Jika Kalian membaca bagian pertama, inilah kelanjutan cerita tersebut...! Silahkan menyimak... (~_~)
Lalu anggrek atau badut kecil itu menyelaku ”aku tak pernah perduli kamu pandang aku seperti apa yang jelas ini aku!”. Aku hanya tersenyum memandanginya, dan seketika kulupakan dia. Dan ini kulakukan pada semua anggrek-anggrek di belantara ini.
Tak bisa kupungkiri, kubutuh, kuingin berubah menjadi salah satu duri diantara mawar yang ada. Aku bosan dengan wujud kumbangku ini. Kupikir, kuingat, dan aku bertanya pada sobatku..
”Hai kalbuku, mawar manakah yang cukup indah dan wangi bagimu? Aku cukup kasihan denganmu, karena kau cukup keriput tanpa ada bau sekuntum mawar yang mengantarmu tuk terlelap di malam hari dan menemanimu tersenyum di siang hari”. Sobatku berkata ”Coba kau petikan mawar yang pernah kita temukan di salah satu pohon bermain dalam belantara ini. Mungkin saja dia telah berwujud anggrek walaupun tidak, mungkin saja durinya telah lapuk meski kau tak bermaksud dan tak berusaha tuk mematahkan durinya.”
Di hari lain, kumemandang jau sambil memanjangkan leherku mencari mawar itu. Kucoba menghampiri pohon bermain, dan tak kulihat sosoknya hingga kutemukan ia di sela pepohonan yang sangat rindang dan buahnya cukup mudah dijangkau oleh orang-orang meski buahnya tak terlalu manis dan tak terlalu enak namun cukup layak tuk dimakan. Akupun mulai bertanya jawab dengan sang mawar, ”Duhai bunga berduri dapatkah kau bantu aku tuk mencari beberapa potong cahaya mentari di sela-sela hari bosanku dan keluar dari belantara ini, mencari beberapa gunung buat didaki atau menelusuri beberapa sungai tuk dialiri. Karena belantara dan di luar sana cukup menyesatkan bagiku”.
Yang berduri itu menjawabku, ”Cukup tak sulit bagiku tuk membantumu dan cukup bilang berapa potong cahaya mentari yang kau butuhkan, dan gunung serta sungai mana yang kau arungi”.
Kucoba bersiul lagi kepadanya, ”Cukup riuh sobatku, jika hal ini sampai mematahkan durimu, dan sobatku tak menginginkan hal itu”.
Dengan mekarnya dia bertanya, ”Kutak pernah tanya hal itu kan?Dan aku cukup lupa serta kuharap kau juga lupa”. Dengan saling senyum, kutinggalkan ia di pohon rindang itu.
Dalam hening, kulamunkan pertemuan tadi hingga kuanggap itu hanyalah sebuah nyanyian malam yang paginya berganti dengan lagu yang lain. Karena aku tidak mau dianggap seekor kumbang yang suka mematahkan duri mawar-mawar yang ada di belantara ini.
Dengan sedikit dahaga akan madu bunga, aku melangkah dengan berat menjalani hari-hari hampaku. Aku teringat akan anggrek yang dalam pandanganku dia adalah sesosok badut kecil, dan kucari akhirnya kutemukan juga. Dengan buaian yang sama kulantunkan juga nyanyian malam itu yang kuharap dia bisa menjadi temansobatku. Dalam buaian itu aku tau kalau dia adala sekuntum melati meskipun kadang dia menyebut dirinya anggrek. Kucoba tawarkan dia tuk tinggal bersama sobatku dan iapun tak menolak. Akhirnya diapun berwujud mawar dan sobatkupun dengan tawa telah menjadi durinya, meskipun aku tak pernah bisa memandangnya sebagai mawar melainkan sosok ”si Badut Kecil”.
Writer,
Akasha
Lalu anggrek atau badut kecil itu menyelaku ”aku tak pernah perduli kamu pandang aku seperti apa yang jelas ini aku!”. Aku hanya tersenyum memandanginya, dan seketika kulupakan dia. Dan ini kulakukan pada semua anggrek-anggrek di belantara ini.
Tak bisa kupungkiri, kubutuh, kuingin berubah menjadi salah satu duri diantara mawar yang ada. Aku bosan dengan wujud kumbangku ini. Kupikir, kuingat, dan aku bertanya pada sobatku..
”Hai kalbuku, mawar manakah yang cukup indah dan wangi bagimu? Aku cukup kasihan denganmu, karena kau cukup keriput tanpa ada bau sekuntum mawar yang mengantarmu tuk terlelap di malam hari dan menemanimu tersenyum di siang hari”. Sobatku berkata ”Coba kau petikan mawar yang pernah kita temukan di salah satu pohon bermain dalam belantara ini. Mungkin saja dia telah berwujud anggrek walaupun tidak, mungkin saja durinya telah lapuk meski kau tak bermaksud dan tak berusaha tuk mematahkan durinya.”
Di hari lain, kumemandang jau sambil memanjangkan leherku mencari mawar itu. Kucoba menghampiri pohon bermain, dan tak kulihat sosoknya hingga kutemukan ia di sela pepohonan yang sangat rindang dan buahnya cukup mudah dijangkau oleh orang-orang meski buahnya tak terlalu manis dan tak terlalu enak namun cukup layak tuk dimakan. Akupun mulai bertanya jawab dengan sang mawar, ”Duhai bunga berduri dapatkah kau bantu aku tuk mencari beberapa potong cahaya mentari di sela-sela hari bosanku dan keluar dari belantara ini, mencari beberapa gunung buat didaki atau menelusuri beberapa sungai tuk dialiri. Karena belantara dan di luar sana cukup menyesatkan bagiku”.
Yang berduri itu menjawabku, ”Cukup tak sulit bagiku tuk membantumu dan cukup bilang berapa potong cahaya mentari yang kau butuhkan, dan gunung serta sungai mana yang kau arungi”.
Kucoba bersiul lagi kepadanya, ”Cukup riuh sobatku, jika hal ini sampai mematahkan durimu, dan sobatku tak menginginkan hal itu”.
Dengan mekarnya dia bertanya, ”Kutak pernah tanya hal itu kan?Dan aku cukup lupa serta kuharap kau juga lupa”. Dengan saling senyum, kutinggalkan ia di pohon rindang itu.
Dalam hening, kulamunkan pertemuan tadi hingga kuanggap itu hanyalah sebuah nyanyian malam yang paginya berganti dengan lagu yang lain. Karena aku tidak mau dianggap seekor kumbang yang suka mematahkan duri mawar-mawar yang ada di belantara ini.
Dengan sedikit dahaga akan madu bunga, aku melangkah dengan berat menjalani hari-hari hampaku. Aku teringat akan anggrek yang dalam pandanganku dia adalah sesosok badut kecil, dan kucari akhirnya kutemukan juga. Dengan buaian yang sama kulantunkan juga nyanyian malam itu yang kuharap dia bisa menjadi temansobatku. Dalam buaian itu aku tau kalau dia adala sekuntum melati meskipun kadang dia menyebut dirinya anggrek. Kucoba tawarkan dia tuk tinggal bersama sobatku dan iapun tak menolak. Akhirnya diapun berwujud mawar dan sobatkupun dengan tawa telah menjadi durinya, meskipun aku tak pernah bisa memandangnya sebagai mawar melainkan sosok ”si Badut Kecil”.
Writer,
Akasha